Selamat Tinggal Rohisku
Sebuah perasaan yang amat membingungkan yang kini kita rasakan. Sebuah dilema dalam diri ini yang semakin hari, semakin membingungkan. Hanya Allah saja yang dapat menenangkan hati ini.
Bismillahirrohmanirrohim.
Sebuah wadah yang penuh dengan kenangan, penuh dengan pengalaman, penuh dengan cobaan, dan penuh dengan tanggung jawab. Itulah Rohis (Rohani Islam). Tempat pertama kali Ana bermuara dalam indahnya kata “Perjuangan” yang sebenarnya. Disana Ana ditempa menjadi seorang Pemuda yang sebenarnya. Tidak hanya memikirkan Akademik semata yang dilakukan oleh Pelajar umumnya, namun Ana ditempa menjadi seorang Pelajar yang berakademik baik sekaligus membentuk akhlak yang bai pula. Dan yang tidak ketinggalan lagi, disini Ana dibentuk untuk menjadi “Penyeru” dalam kebaikan, kebenaran, yaitu Penyeru dalam “Kebaikan”. Itulah Dakwah Sekolah.
Sungguh luar biasa mereka semua. Disaat orang lain sedang sibuk-sibuknya dalam menggapai kesenangan duniawi, mengejar akademik, menjalin percintaan yang diharamkan, berfoya-foya, dan sebagainya, namun kita dibentuk untuk memperbaiki diri sendiri sekaligus memperbaiki orang lain juga. Memikirkan orang lain juga. Dan Ana yakin sekali suatu hari nanti mereka semua akan menjadi Pemimpin yang luar biasa. Menjadi orang-orang yang akan membentuk Moral sebuah bangsa ini kedepannya. Minimal pemimpin untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Karena mereka semua adalah orang-orang spesial yang pernah Ana kenal.
Di awal memasuki pintu “Gerbang Dakwah Sekolah” itulah Ana merasakan sesuatu yang berbeda. Menemukan banyak teman-teman dan sahabat-sahabat perjuangan yang sebenarnya. Yaitu yang selalu menegur kita saat dalam kemaksiatan, kesalahan, dan khilaf. Dan juga mengajak kita selalu dalam menempa diri menjadi Muslim Sejati. Mengajak kita untuk selalu memperbaiki diri ini yang kotor berlumur banyak dosa-dosa. Subhanallah.. Masih terbesit dalam memoriku saat mereka mengirim SMS Tausyiah yang menggelorakan jiwa untuk untuk bangkit menuju kebaikan dan berlomba-lomba menggapai Ridho-Nya.
Ya. Masih sangat terbesit dan sepertinya takkan terlupakan begitu saja saat kita membuat sebuah acara di Rohis itu. Saat kita menyusun sebuah konsep acara bersama, syuro, diskusi, membentuk kepanitiaan, menyebar proposal, dan menjadi panitia saat hari “H”. Terkadang banyak ide-ide yang bentrok antar panitia. Terutama antar panitia ikhwan dengan akhwat. Masih sangat terbesit dalam memori ini saat gagasa menolak atau merubah konsep yang sangat kontradiksi antar kita. Sampai-sampai ada juga yang kecewa, menangis, sedih, dan sakit hati. Namun setelah itu, kami belajar sebuah arti kedewasaan dalam kehidupan ini. Saling memaafkan dan memahami adalah sebuah kata kunci untuk itu. Alhamdulillah Ya Allah.
Ya. Sesuai target kita, banyak anak-anak Rohis yang mendapat juara kelas, nilai yang memuaskan, ikut Olimpiade, OSN, anak kesayangan guru, teladan kelas, dan sebagainya. Itulah kita, pemuda-pemudi Islam yang Cerdas dan Berakhlak baik. Tak jarang banyak diantara kita yang mendapat penghargaan baik dari sekolah kita. Subhanallah Ana menumak jalan yang benar saat masa muda Ana. Menempa diri menjadi Pemuda-Pemudi Islam sejati.
Suatu ketika, kabar yang pasti kan datang tiba juga. Sebuah takdir yang telah Allah tetapkan. Bahwa jika ada Siang, akan ada Malam yang menggantikannya. Jika ada hari Senin, akan datang hari Selasa. Begitu seterusnya roda kehidupan ini. Jika ada sebuah pertemuan, pastilah ada sebuah perpisahan yang kan terjadi. Itulah yang akan kita hadapi. Dan kini telah terjadi kawanku. Ana sangat sedih saat perpisahan itu datang karena harus menginggalkan sekolah tercinta yang merupakan sebuah Ladang Amal kita untuk mencari Ridho-Nya. Juga sangat sedih saat menginggalkan sebuah wadah yang dahulu Ana diajarkan tentang menemui arti sebuah kehidupan di masa belia ini. Akhirnya perpisahan itu memaksa kita untuk berpisah terhadap teman-teman dan sahabat-sahabat perjuangan kita di Rohis selama ini. Yang penuh dengan senyuman, canda, tawa, keseriusan, kadang pula ada duka yang menghampiri.
Inilah sebuah dilema dalam diri Ana yang masih terbesit hingga sekarang. Antara senang dan sedih. Senang karena akan terjun baru dalam dunia Dakwah Kampus, yang mempunyai tantangan luar biasa dan akan bertemu juga dengan orang-orang yang luar biasa. Namun disisi lain sedih. Sedih karena harus meninggalkan Rohis. Bukannya Ana sedih karena hal duniawi kawanku. Namun karena Ana sedih, bagaimana dengan Kaderisasi dan Pembinaan akan Rohis kedepannya? Disaat banyak Alumni yang sudah semakin goyang dalam kancahnya untuk menjadi Aktifis Dakwah Sekolah ini karena kesibukan mereka diluar sana. Terlebih lagi saat kita mendapat Pendidikan Kuliah di luar daerah sana yang jauh. Sedih karena khawatir tidak dapat mengontrol adik-adik perjuangan kita di Rohis. Sedih karena ada sebuah pertanyaan besar “Bagaimana Rohis ke-Depannya?” Sedih karena takut, Ana futur dipertengahan Jalan ini. Memang saat awal-awalnya mempunyai semangat yang membara dan menggebu-gebu, namun saat dipertengahan bahkan akhirnya bagaimana?
Ya. Memang benar masih ada teman perjuangan kita yang masih ada disana. Namun apakah itu dapat bertahan lama jika dia seorang diri untuk mengurusi sebuah amanah yang sangat luar biasa? Jika dia futur, siapa yang menggantikan? Sementara kita hanya melihat dan asyik dalam dunia kampus saja. Hanya sebuah sokongan yang dapat Ana berikan, yaitu Do’a Rabithoh untuk menguatkan hati-hati kita dalam perjuangan ini. Dan semoga kita semua menjadi Agent of Leader yang membentok Moral Bangsa ini kedepannya. Walaupun melalui sebuah wadah bernama Rohis.
Sedih hati ini saat mengatakan “Selamat Tinggal Rohisku, Selamat Tinggal Sahabatku”.
>> Milisi Thulaby
0 komentar:
Posting Komentar