“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”

Rabu, 02 Februari 2011

Aktivis, Engkau Dengan Segala Amanah dan Masalah

Merekalah, ujung tombak para pejuang panji risalah-Nya, mulai kini hingga nanti, akhir zaman. Sekilas tentang mereka. Amanah mereka banyak. Tak terhitung lagi jumlah kilo-an-nya jika amanah itu harus ditimbang. Kembali menuju risalah Islam, menjadi qudwah, memberikan ikhwah, menyebarkan hikmah, melaksanakan indahnya hidup sesuai tuntunan syar’I untuk kembali dan lagi disebarkan dan diserukan.

Mereka berbeda dengan yang lainnya. Disaat orang lain hanya sibuk memikirkan dirinya (bagaimana sekolahnya, bagaimana keluargannya dan bagaimana amanah-amanah duniawi lainnya), seorang aktivis dakwah justru harus memikirkan bagaimana keadaan lingkunagan masyarakatnya, dirinya sendiri, mad’u-mad’u / mutarabbi-mutarabbinya (binaan-binaan) dan lain sebagainya.

Mereka berbeda dengan yang lainnya –baca: remaja lainnya–. Dikala remaja saat ini terlarut dalam pergaulannya, seorang aktivis dakwah justru harus ‘melarutkan’ pergaulan itu sesuai tuntutan Allah.
Mereka berbeda dengan remaja lainnya. Mereka –harusnya– tidak terlalu banyak tertawa, bercanda dan mengumbar pesona. Mereka –harusnya– tidak banyak menghabiskan waktunya untuk hal tidak berguna, ‘hang-out’ –kecuali di masjid–, kumpul tiada guna, merokok juga mabuk-mabukan.


Mereka –harusnya– menjaga hijab, bukan mukhrim dilarang mendekat, apalagi masalah ngeceng ataupun pacaran... –harusnya– mereka sangat menjauh dari hal yang dilaknat oleh Allah itu. Tak penting kata orang dikata ‘ga gaul’ atau ‘aneh’ atau apapun cercaan serta makian lainnya.

Karena mereka berbeda. Mereka harus menjadi qudwah (teladan) bagi yang lainnya, memberikan semua yang terbaik bagi yang lainnya. Mereka berbeda, mereka spesial.

Yang terpenting adalah syariah Islam tegak berdiri ditempat yang sedang dipijak.

Mereka liqa / mentoring rutin. Dengan dipimpin seorang murabbi pantuan mereka tilawah Al-Qur’an, mendengarkan materi untuk kemudian disebarkan. Dan setelah selesai mereka berdo’a:

“Subhanaka allahuma wabihamdik(a), asyhaduala illa hailla ant(a), astagfiruka waatuuilaik(a).”

Do’a akhir majelis itu dilantunkan penuh hikmah pertanda mentoring t’lah berakhir. Dan malaikat berharap semoga mentoring kali ini –kemarin dan seterusnya– tidak membuang waktu mereka untuk hanya duduk termenung mendangarkan saja tanpa amalan indah dilakukan.
Sungguh indah hidup mereka selalu dido’akan para malaikat pencari majelis dzikir pun malaikat pencari orang-orang shalih –amiiin–.

Tapi... tak sedikit pula –bahkan banyak– dari mereka yang mengaku menyeru padahal hanya terperangkap dalam lingkaran setan yang menganggu.

Bagaimana tidak? Potensi mereka untuk menjadi riya’ sangatlah mungkin! Potensi mereka untuk menjadi sum’ah sangatlah besar! Mereka dapat menjadi kufur, fasik, bahkan munafik sewaktu-waktu dan hanya memampangakn dan menyembunyikan mukanya dibalik topeng dakwah.

“Liat anak-anak DKM! Mereka aja maksiatnya kuat! Mereka pacarannya rutin! Mojok tapi masi berjilbab, yang ‘ikhwan’ masih megang qur’an! Kalo mau lepas aja tu jilbab sama buang aja tuh qur’an ato engga sekalian aja keluar dari DKM dari pada malu-maluin! Ngomongin cinta-cintaan mulu! Ada yang cinlok cewe (akhwat) ama cowo (ikhwan) terus jadian! Katanya sih pacaran islami gitu –emang ada? –! Pegangan tangan udah biasa apalagi pojok-pojokan! Hijabnya mana?!”

“Liat FB! Wall, note, stat mereka udah jadi ladang maksiat! Haha, kirain anak DKM tu yang ga tau pacaran tapi statusnya ‘in relationship’. Kirain mau ‘meng-Islamisasi-kan’ FB, eh gataunya... Bedanya ama kita yang bukan seorang yang ‘ngaku’ aktivis apaan?! Mending ga jadi aktivis sekalian tapi kebaikatn tulus dari hati! Majang status anak ‘alim’ doang!”

–afwan, sebuah hujjah untuk introspeksi bukan untuk diprotesi–

Menangis mendengar kalimat hujjah yang terlempar itu... bertanya dimana generasi rabbani yang didambakan? Dimana mereka sang pejuang panji risalah? Dimana mereka sang pemikul amanah? Sang teladan dan qudwah? Sang penyebar ikhwah dan hikmah?

Kehilangan semua status kebaikan karena telah bobroknya sistem tarbiyah yang menjadi protektor. Telah hilang semuanya dikarenakan pola pikir azazil (al-iblis laknatullah) yang telah membungkus ruhiyah.
Menangis mendengar mengingat kembali...:

“Saat manusia memenuhi kebutuhannya sendiri, seorang mujahid berjuang memenuhi kebutuhan orang lain. Saat manusia beristirahat, seorang mujahid masih bekerja keras menyempurnakan amanah-amanahnya. Semoga Allah memberkahi, memuliakan dan menolong kalian para mujahid... yang senantiasa MENJAGA kehormatan setiap jengkal bumi kaum muslimin...” (Kata-kata murabbi –mentor– yang selalu terkenang saat Ar-Ribaath, Training for Mentor ROHANI-554, 24 Sya’ban - 24 Ramadhan 1430H)

Andai semua itu nyata. Tak hanya sebuah utopia maya. Bagaimana mungkin Islam tersebar ke seluruh hati umat manusia? Bagaimana mungkin Indonesia kan bangkit dengan Islam-nya? Bagaimana mungkin Palestina kan terbebas dari penjajahannya? Bagaimana mungkin genjatan senjata menjadi nyata keberadaannya? Bagaimana mungkin pasukan Al-Mahdi menang melawan pasukan Dajjal –lakatullah– yang memeranginya?

Jika aktivis sekarang sibuk dengan masalahnya... bukan amanahnya...

“ Hallo kawan...
Sahabat muslim tercinta...
Kita sambut kemenangn bahagia...
Mari kawan...
Ikutlah bersama kami...
Membela risalah Islam di dunia...

Remaja peduli...
Pintar dan mandiri...
Giat berprestasi...
Ku persambahkan untuk Illahi...
Bersatu, berjihad, dalam da’wah Islam,
Di atas panji Al-Qur’an dan As-Sunnah...

Mari kawan...
Ikutlah bersama kami...
Membela risalah Islam didunia, kita... ”


(Edcoustic – Remaja Peduli)

Berubahlah... karena engkau berbeda, karena engkau spesial.


Ditemani senandung dari Edcoustic, Fridaus, Shaff-Fix, Haris Isa, D’Cinnamons D’Masiv dan Depapepe
Bumi Allah, 28 Ramadhan 1430 H – 17 September 2009 M
Annas Ta'limuddin Maulana

0 komentar:

Posting Komentar


 
Powered by Blogger