“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”

Sabtu, 24 Desember 2011

Al Quran Di Bakar Kenapa Mesti Marah?

“Gila!” rutukku sesaat setelah membaca berita pembakaran Al-Quran yang dilakukan dua pendeta di Amerika, “Ini gila! Kita harus perang! Terkutuklah mereka!” Umpatan-umpatan dan caci-maki-ku keluar tanpa kontrol.



“Setan!” aku berteriak sekali lagi.



Tiba-tiba Tuan Setan muncul di hadapanku! Wajahnya penuh kemarahan. “Bakarlah Al-Quranmu!” kata Tuan Setan tiba-tiba.



Jelas, aku berang mendengar ucapannya. Emosiku naik pitam. Dadaku turun naik. Dan seketika kutuk dan serapah membrudal dari mulutku. “Percuma selama ini aku mulai menaruh rasa simpati kepadamu! Kau ternyata memang pantas dilaknat dan dimusuhi! Terkutuklah kau!”



“Bakarlah Al-Quranmu!” katanya sekali lagi, dengan nada yang lebih tegas. Matanya nyalang. Gigi-giginya gemertak. Lalu telunjuknya mengarah tepat ke wajahku. “Bakar!” ia berteriak, “Bakarlah kalau memang selama ini ia hanya menjadi kertas, bakarlah! Bakarlah!”



Napasku turun naik, mataku memerah, tanganku mengepal. “Terkutuklah kau!” teriakku lantang.



“Mana Al-Quranmu!?” bentak Tuan Setan.



Tiba-tiba aku tersentak. Tiba-tiba aku merasa harus menemukan Al-Quran milikku yang entah aku simpan di mana, sementara Tuan Setan terus menerus berteriak “Bakar! Bakarlah Al-Quranmu!” Aku terus mencari. Di manakah aku menyimpan Al-Quranku? Aku membongkar isi lemari, mengeluarkan buku-buku, berkas-berkas, tumpukan kliping koran, dan kertas-kertas apa saja dari dalam lemari. Di manakah Al-Quranku? Aku mulai resah mencari di mana Al-Quranku. Aku ke ruang tamu, ke ruang tengah, ke dapur, ke seluruh penjuru rumah. Aku memeriksa ke belakang lemari, ke sela-sela tumpukan kaset dan CD-CD, ke mana-mana. Tetapi, aku tak menemukan Al-Quranku! Di manakah aku menyimpan Al-Quranku?



“Bakarlah Al-Quranmu!” sementara Tuan Setan terus-menerus berteriak, “Bakar!”



Aku mulai panik dan resah, kemarahanku mulai pudar, ternyata aku tak bisa menemukan Al-Quranku sendiri.



“Bakarlah Al-Quranmu kalau itu hanya menjadi kertas usang yang kausia-siakan!” kata Tuan Setan tiba-tiba.



Dadaku berguncang hebat. Pelan-pelan tapi pasti aku mulai menangis—tetapi aku belum menyerah untuk terus mencari Al-Quranku. Di mana Al-Quranku? Ada sebuah buku tebal berwarna hijau di atas lemari tua di kamar belakang, aku kira itulah Al-Quranku, setelah aku ambil ternyata bukan: Life of Mao. Aku kecewa. Aku terus mencari sambil diam-diam air mataku mulai meluncur di tebing pipi.



“Bakarlah Al-Quranmu!” suara Tuan Setan kembali memenuhi ruang kesadaranku. Tetapi kini aku tak bisa marah lagi, ada perasaan sedih dan kecewa mengaduk-aduk dadaku. Ada sesak yang tertahan, semantara isak tangis tak sanggup aku tahan.



Akhirnya aku menyerah. Aku tak menemukan Al-Quranku di mana-mana di setiap sudut rumahku!



Kemudian Tuan Setan tersenyum menang, ia menyeringai dan menatapku dengan sinis. “Jadi, kenapa kau mesti marah saat ada orang yang membakar dan menginjak-injak Al-Quran?” Kemudian ia tertawa, “Lucu! Ini lucu! Mengapa kau mesti marah sedangkan kau sendiri tak mempedulikannya selama ini?”



Aku terus menangis. Dadaku berguncang. Tuan Setan tertawa. “Jadi, mengapa kau mesti mengutuk mereka yang menyia-nyiakan dan merendahkan Al-Quran sementara kau sendiri melakukannya—diam-diam?” katanya sekali lagi. Ada perih yang mengaliri dadaku, mendesir gamang ke seluruh persendianku.



Tiba-tiba aku ingat sebuah tempat: gudang belakang rumah. Barangkali Al-Quranku ada di situ!



Aku bergegas bangkit dari tubuhku yang tersungkur, aku berlari menuju gudang belakang, membuka pintunya, lalu menyaksikan tumpukan barang-barang bekas yang usang dan berdebu. Sebuah kotak tersimpan di sudut ruang gudang, aku segera ingat di situlah aku menaruh buku-buku bekas yang sudah tua dan tak terbaca. Seketika aku hamburkan isi kotak itu, membersihkannya dari debu, dan akhirnya… Aku mendapatkannya: Al-Quranku!



Aku menatap Al-Quranku dengan tatap mata rasa bersalah. Aku mengusap-usapnya, meniupnya, membersihkannya dari debu yang melekat di mushaf tua itu. Kemudian aku mendekapnya erat-erat—mengingat masa kecilku belajar mengeja huruf hijaiyyah, menghafal surat Al-Fatihah… “Astagfirullahaladzhim…” tiba-tiba dadaku bergemuruh, air mataku menderas.



Tuan Setan tertawa lepas. “Bakar saja Al-Quranmu!” katanya sekali lagi, “Bukankah ia tak berguna lagi bagimu?” nada bicaranya mengejek.



Aku masih mendekap Al-Quranku, tergugu dengan dada seolah tersayat sembilu.



“Jika pendeta yang membakar Al-Quran itu mengatakan bahwa Al-Quran adalah buku yang penuh kebencian, bukankah mereka hanya menilainya dari perilaku yang kalian tunjukkan? Bila mereka mengira Al-Quran hanyalah kitab omong kosong dan Muhammad yang membawanya hanya nabi palsu yang berbohong tentang firman, bukankah itu karena kau—kalian semua—tak pernah sanggup menunjukkan keagungan dan keindahannya? Kau, kalian semua, harus menjelaskannya!



“Jangankan menunjukkan keindahan dan keagungan Al-Quran, membacanya pun kau tak! Jangankan menaklukkan musuh Tuhan sementara menaklukkan dirimu sendiri pun kau tak sanggup! Apa sih maumu? Al-Quran tak pernah mengajarkan permusuhan dan kebencian, Al-Quran tak pernah mengajarkan hal-hal yang buruk, lalu kenapa kau terus-menerus melakukannya? Al-Quran selalu mengajarimu kebaikan, mengapa kau tak pernah mau mengikutinya? Heh, ya, aku baru ingat, jangankan mengikuti petunjuknya, memahami dan membacanya pun kau tak!



“Lalu kenapa kau harus marah ketika Al-Quran dibakar? Mengapa kau tak memarahi dirimu sendiri saat kau menyia-nyiakan Al-Quranmu? Ini bukan semata-mata soal pendeta yang membakar Al-Quran, ini bukan semata-mata soal pelecehan terhadap institusi agamamu, ini bukan semata-mata soal permulaan dari sebuah peperangan antar-agama, ini semua tentang kau yang selama ini menyia-nyiakan Al-Quran, tentang kau yang secara laten dan sistematis menyiapkan api dan bensin dari perilaku burukmu untuk menunggu Al-Quran dibakar lidah waktu yang meminjam tangan orang-orang yang membenci agamamu! Mereka tak akan berani membakar Al-Quran, kitab sucimu itu, kalau saja selama ini kau sanggup menunjukkan nilai-nilai agung yang dibawa Nabimu, nilai-nilai kebaikan yang termaktub dalam teks suci kitab yang difirmankan Tuhanmu! Maka bila kau tak sanggup menggemakan Al-Quran amanat nabimu ke segala penjuru, tak sanggup menerima cahayanya dengan hatimu, bakarlah Al-Quranmu! ”



Lalu seketika terbayang, Al-Quran yang teronggok sia-sia di rak-rak buku tak terbaca, Al-Quran yang diletakkan di paling bawah tumpukkan buku-buku dan majalah, Al-Quran yang kesepian tak tersentuh di masjid dan langgar-langgar, Al-Quran yang tak terbaca dan (di)sia-sia(kan)!



Aku menangis; memanggil kembali hapalan yang entah hilang kemana, mengeja kembali satu-satu alif-ba-ta yang semakin asing dari kosakata hidupku. Aku melacaknya dalam ingatanku yang terlanjur dijejali kebohongan, kebebalan, penipuan, dan pengkhiatan-pengkhiantan. Di manakah Al-Quran dalam diriku?



“Maka, bakarlah Al-Quran oleh tanganmu sendiri!” kata Tuan Setan, “Hentikan airmata sinetronmu, hentikan amarah palsumu, hentikan aksi solidaritas penuh kepentinganmu, hentikan rutuk-serapah politismu, sebab kenyataannya kau tak pernah mencintai Al-Quran! Bakarlah!”



Tuan Setan tertawa lepas.



“Maafkan…,” suaraku tiba-tiba pecah menjelma tangis, “Maafkan…,” lalu aku bergegas pergi dengan Al-Quran yang kugamit di lengan kananku.



“Bakar saja Al-Quranmu!” teriak Tuan Setan yang kutinggalkan di gelap ruangan gudang. Lamat-lamat tawanya masih ku dengar di ujung jalan.



Aku mencari masjid; Aku ke mal, ke pasar, ke terminal, ke sekolah, ke mana-mana… Aku ingin mencari mushaf-mushaf Al-Quran yang disia-siakan. Aku ingin membersihkannya dari debu dan mengajak sebanyak mungkin orang membacanya. Aku masih bergegas dengan langkah yang galau. Aku ingin mengabarkan keagungan dan keindahan Al-Quran, tapi bagaimana caranya? Sedangkan aku sendiri tak memahaminya? Aku ingin menggaungkannya di mana-mana, tapi bagaimana caranya?



Aku terus bertanya-tanya bagaimana agar Al-Quran tak dibakar? Bagaimana agar Al-Quran tak terbakar? Bagaimana?



Aku terus menangis dalam langkah-langkah gelisah yang bergegas, haruskah aku melawan semua ini dengan amarah dan kebencian? Ataukah aku harus menunjukkan kepada mereka semua yang membenci Al-Quran bahwa sungguh mereka telah keliru? Haruskah aku kembali marah dan membakar kitab suci mereka di mana-mana, atau akan lebih baikkah jika aku jawab mereka dengan cinta dan kasih sayang—meneladani Muhammad dengan menunjukkan kepada mereka kebaikan cahaya Al-Quran karena sesungguhnya mereka hanya belum tahu!?



“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bacalah!” tiba-tiba suara Tuan Setan datang lagi, “Biarkanlah mereka membakar mushaf sebab Al-Quran bukanlah kertas yang bisa mereka bakar. Bacalah Al-Quran hingga suaranya terdengar oleh hatimu, bergema di seluruh ruang kesadaranmu, maka kau tak akan kecewa mendapati mushaf-mushaf yang terbakar atau ayat-ayat yang teronggok di ruangan-ruangan tua berdebu buku. Sebab Al-Quran bukanlah mushaf, Al-Quran adalah semesta, nama di luar kata! Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.”



Aku terdiam mendengar kata-kata Tuan Setan yang terakhir, “Tuan Setan, sebenarnya siapakah kamu? Apa agamamu?”



Ia terkekeh, bahunya berguncang, “Akulah yang kau lihat dalam tidurmu: berlarian atau terbang atau tertawa tanpa suara, sesuatu yang lama kau idamkan tetapi lupa kau sapa. Akulah yang telah sengaja membakar Al-Quranmu!”



Ia terus terkekeh, terbatuk, lalu menghilang.



__Fahd Djibran__

Kamis, 01 Desember 2011

12345 Kamis, 01 Desember 2011 Aktivis Merindukan Rumah.. ? Sudahkah Birul Walidain... ?




"Dimana rumahmu Nak?"

Orang bilang anakku seorang aktivis . Kata mereka namanya tersohor dikampusnya sana . Orang bilang anakku seorang aktivis.Dengan segudang kesibukan yang disebutnya amanah umat . Orang bilang anakku seorang aktivis .Tapi bolehkah aku sampaikan padamu nak ? Ibu bilang engkau hanya seorang putra kecil ibu yang lugu.
Anakku,sejak mereka bilang engkau seorang aktivis ibu kembali mematut diri menjadi ibu seorang aktivis .Dengan segala kesibukkanmu,ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat.Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia nak ? Sungguh setengah dari umur ibu telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak,tanpa pernah ibu berfikir bahwa itu adalah waktu yang sia-sia.
Anakku,kita memang berada disatu atap nak,di atap yang sama saat dulu engkau bermanja dengan ibumu ini .Tapi kini dimanakah rumahmu nak?ibu tak lagi melihat jiwamu di rumah ini .Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu dirumah,dengan penuh doa agar Allah senantiasa menjagamu .Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut.Mungkin tawamu telah habis hari ini,tapi ibu berharap engkau sudi mengukir senyum untuk ibu yang begitu merindukanmu . Ah,lagi-lagi ibu terpaksa harus mengerti,bahwa engkau begitu lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak mampu lagi tersenyum untuk ibu . Atau jangankan untuk tersenyum,sekedar untuk mengalihkan pandangan pada ibumu saja engkau engkau,katamu engkau sedang sibuk mengejar deadline. Padahal,andai kau tahu nak,ibu ingin sekali mendengar segala kegiatanmu hari ini,memastikan engkau baik-baik saja,memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti lebih tahu.Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau nak,tapi bukankah aku ini ibumu ? yang 9 bulan waktumu engkau habiskan didalam rahimku..
Anakku, ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk nak. Nampaknya engkau begitu mengkhawatirkan nasib organisasimu,engkau mengatur segala strategi untuk mengkader anggotamu . Engkau nampak amat peduli dengan semua itu,ibu bangga padamu .Namun,sebagian hati ibu mulai bertanya nak,kapan terakhir engkau menanyakan kabar ibumu ini nak ? Apakah engkau mengkhawatirkan ibu seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu ? kapan terakhir engkau menanyakan keadaan adik-adikmu nak ? Apakah adik-adikmu ini tidak lebih penting dari anggota organisasimu nak ?
Anakku,ibu sungguh sedih mendengar ucapanmu.Saat engkau merasa sangat tidak produktif ketika harus menghabiskan waktu dengan keluargamu . Memang nak,menghabiskan waktu dengan keluargamu tak akan menyelesaikan tumpukan tugas yang harus kau buat,tak juga menyelesaikan berbagai amanah yang harus kau lakukan .Tapi bukankah keluargamu ini adalah tugasmu juga nak?bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang juga harus kau jaga nak?
Anakku,ibu mencoba membuka buku agendamu .Buku agenda sang aktivis.Jadwalmu begitu padat nak,ada rapat disana sini,ada jadwal mengkaji,ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting.Ibu membuka lembar demi lembarnya,disana ada sekumpulan agendamu,ada sekumpulan mimpi dan harapanmu.Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya,masih saja ibu berharap bahwa nama ibu ada disana.Ternyata memang tak ada nak,tak ada agenda untuk bersama ibumu yang renta ini.Tak ada cita-cita untuk ibumu ini . Padahal nak,andai engkau tahu sejak kau ada dirahim ibu tak ada cita dan agenda yang lebih penting untuk ibu selain cita dan agenda untukmu,putra kecilku..
Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka,mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesional.Boleh ibu bertanya nak,dimana profesionalitasmu untuk ibu ?dimana profesionalitasmu untuk keluarga ? Dimana engkau letakkan keluargamu dalam skala prioritas yang kau buat ?
Ah,waktumu terlalu mahal nak.Sampai-sampai ibu tak lagi mampu untuk membeli waktumu agar engkau bisa bersama ibu..
Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya. Pun pertemuan dengan orang tercinta,ibu,ayah,kaka dan adik . Akhirnya tak mundur sedetik tak maju sedetik .Dan hingga saat itu datang,jangan sampai yang tersisa hanyalah penyesalan.Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga masih malu tuk diucapkan .Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai

Minggu, 21 Agustus 2011

Doa Penutup Majelis Menghapus Dosa Majelis

Salah satu ciri utama orang bertaqwa ialah semangatnya untuk memohon ampun kepada Allah. Ia sangat menyadari jika dirinya sebagaimana manusia lainnya tidak luput dari dosa dan kesalahan. Maka Muttaqin senantiasa mencari jalan untuk selalu diampuni segenap dosanya oleh Allah. Bila ia tahu ada suatu amal-perbuatan yang dapat menghapus dosanya maka dengan segera ia akan kerjakan bila ia sanggup.

“Dan (Muttaqin juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS Ali Imran ayat 135)

Bila manusia sedang berkumpul biasanya mereka tidak lepas dari pembicaraan satu sama lain. Setiap kali manusia berkumpul lalu terlibat dalam suatu pembicaraan maka itu merupakan sebuah majelis. Setiap kali orang berkumpul banyak sekali hal yang bisa mereka bicarakan. Pembicaraan bisa berkisar dari hal-hal bermanfaat hingga hal-hal yang tidak bermanfaat.

Islam sebagai ajaran yang bersumber dari Allah Yang Maha Tahu dan Maha Mendengar sangat memperhatikan masalah majelis. Islam tidak membenarkan sekumpulan orang terlibat dalam pembicaraan yang sia-sia apalagi mengandung dusta dan kebatilan. Sehingga Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengkaitkan masalah kualitas pembicaraan seseorang dengan keimanan kepada Allah dan Hari Akhir.

Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Barangsiapa beriman kpd Allah dan Hari Akhir hendaklah bicara yang baik atau diam.” (HR Bukhari-Muslim)

Dalam suatu kesempatan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memberi nasihat sorang sahabat mengenai pentingnya menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia apalagi munkar.

Dari Sufyan Abdullah Ats-Tsaqafy radhiyallahu ’anhu ia berkata: ”Aku berkata: “Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang harus aku pelihara.” Beliau menjawab: “Katakanlah: ‘Rabbku Allah kemudian beristiqamahlah’.” Aku kembali bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang engkau paling khawatirkan terhadap diriku?” Beliau lalu memegang lidahnya sendiri dan bersabda: “Ini (lisan)”. (HR Tirmidzi 2334)

Oleh sebab itu Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan ummatnya agar senantiasa mengakhiri setiap majelis –apapun bentuk majelisnya- dengan membaca do’a kaffaratul-majelis atau do’a penutup majelis. Sebab dengan demikian maka dosa-dosa pembicaraan yang dilakukan –sengaja maupun tidak- di dalam majelis tersebut akan dihapus oleh Allah melalui do’a tersebut.

Dari Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ’anhu ia berkata: “Jika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam hendak bangun dari suatu majelis beliau membaca: Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika “Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagiMu, aku bersaksi bahwa tiada ilah selain Engkau aku mohon ampun dan bertaubat kepadaMu". Seorang sahabat berkata: “Ya Rasulullah, engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa engkau baca?” Beliau menjawab: “Itu sebagai penebus dosa yang terjadi dalam sebuah majelis.” (HR Abu Dawud 4217)

Karakteristik Iman dan Jalannya


Pengertian iman
Berdasarkan H.R. Ibnu Majah, iman mengandung pengertian "Dibenarkan dalam hati, dinyatakan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan. Jadi iman tidak cukup sebatas pembenaran dan pengucapan tanpa berwujud amal saleh dari anggota badan [49:14].

Karakteristik Iman
(1) Kualitas keimanan seseorang berbeda-beda, memiliki tingkatan-tingkatan sebagaimana pula kekafiran. Puncak tertinggi keimanan adalah ketaqwaan yang dilandasi oleh mahabbah (kecintaan) yang tinggi pada Allah. Para ulama mendefinisikan taqwa dengan "Hendaklah Allah tidak melihat kamu berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak kehilangan kamu dalam perintah-perintah-Nya". Sebagian ulama mendefinisikan taqwa dengan mencegah diri dari azab Allah dengan membuat amal saleh dan takut kepada-Nya di kala sepi atau terang-terangan. Sayyid Qutb berkata dalam "Fi Zhilalil Qur'an" bahwa taqwa adalah kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus-menerus selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan...jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, harapan semu atas segala sesuatu yang tidak bisa diharapkan, ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti... dan masih banyak duri-duri lainnya.


· Taqwa terbentuk dari suatu proses pengabdian (ibadah) yang intens [2:21, 2:183]. Taqwa merupakan suatu fase kematangan yang sempurna, sebagai hasil interaksi antara iman, Islam dan ikhsan. Taqwa adalah ilmu dan amal, naluri, hati dan etika. Dengan taqwa, hati menjadi terkondisi untuk selalu berdzikir pada Allah dan anggota-anggota badan berinteraksi secara seimbang dan harmonis. Ketaqwaan hanya Allah anugrahkan kepada orang-orang yang berserah diri, beraml dan berbuat baik [47:17] dalam bentuk petunjuk. Sedangkan petunjuk berpangkal dari keimanan kepada Allah SWT [64:11].



(2) Kondisi keimanan seseorang tidak selalu stabil, sebagaimana sabda Rasulullah: "Iman itu kadang-kadang naik kadang-kadang turun.Maka perbaruilah iman kalian dengan Laa ilaaha illallah." (HR. Ibnu Islam)

Jalan Menuju Keimanan
Jalan menuju keimanan tidaklah mudah, senantiasa selalu bertentangan dengan hawa nafsu manusia, mendaki lagi sukar [90:10-11].Rasulullah menggambarkan "Surga itu dikelilingi oleh berbagai hal yang tidak disukai, sedangkan neraka dikelilingi berbagai hal yang tidak menyenangkan." (HR.Muslim)
Untuk mempertahankan kondisi keimanan dalam rangka mencapai ketakwaan diperlukan istiqomah dan kesungguhan hati (mujahadah) [29:69, 9:20].
Dengan tabiat jalan keimanan yang demikian, banyak orang tidak sanggup beristiqomah dalam mempertahankan keimanannya karena mementingkan hawa nafsunya sehingga terjerumus dalam kemusyrikan atau hal-hal yang dapat merusak keimanan.
Karena itu, bukanlah hal yang mustahil jika seseorang yang beriman pada waktu kemarin, hari ini dapat tergelincir dalam kekafiran.Keimanan seseorang tidak dapat dijamin keabadiannya, kecuali jika selalu dipelihara [5:54].

Konsekuensi Keimanan
Orang yang beriman akan diuji, karena hal ini merupakan sunatullah untuk membuktikan benar tidaknya keimanan seseorang [29:2-3].Bentuk ujian dapat berupa kesenangan atau kesusahan [2:155-156, 21:35, 39:49, 89:15-19].
Bagi orang beriman, setiap kesenangan hidup hanya akan meningkatkan rasa syukurnya ke hadirat Allah SWT dan setiap musibah dan cobaan hanya akan meningkatkan kesabaran dan keimanannya terhadap Allah SWT seperti sabda Rasulullah SAW: "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman.Jika ia diberi karunia, ia bersyukur dan itu kebaikan baginya.Dan jika ia tertimpa musibah, ia sabar dan tawakal dan itu(pun) kebaikan baginya." Cara mensikapi bentuk-bentuk ujian, lihat QS. 2:156-167; 3:15-17.

REFERENSI
· Dr.Ali Gharisah, Beriman yang Benar, GIP
· Abdul Majid Aziz Azzindani, Jalan Menuju Iman

Ma'iyatullah


Pengertian
Ma'iyatullah berarti kebersamaan Allah. Allah selalu bersama dan mengawasi makhluk-Nya. Ma'iyatullah terbagi atas dua macam :

1. Ma'iyatullah Umum

Yaitu kebersamaan Allah yang meliputi seluruh makhluknya, baik manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan, muslim maupun kafir.


Kebersamaan Allah secara umum ini dapat dibuktikan dengan adanya:
a. Fenomena Petunjuk

Seluruh makhluk ciptaan, Allah dari atom yang terkecil sampai benda yang paling besar, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, semua mendapat petunjuk dari Allah dalam menjalani hidupnya. Allah selalu bersama makhluk-Nya, ketika memberi petunjuk pada bayi untuk menyusu pada ibunya, kepada anak ayam untuk mematuk ketika akan keluar dari telurnya; ketika ayam betina membolak-balikkan telur yang sedang dieraminya; juga ketika allah memberi petunjuk akar tumbuhan untuk menyerap sari makanan dari dalam tanah.


b. Fenomena pengabulan do'a

Seluruh manusia baik beriman maupun kafir, pernah mengalami langsung fenomena ini. Ketika seseorang mengalami kondisi kritis dalam fase kehidupannya yaitu ketika ia ditimpa musibah yang membuat hatinya hancur, putus harapan, dengan serta merta ia memohon kepada Allah dengan penuh harap dan cemas mengharapkan pertolongan-Nya, ketika itu pula Allah mengabulkan doanya dan tiba-tiba musibah itu hilang [10:12, 17:67, 6:47]. Fenomena ini merupakan bukti kebersamaan Allah dengan manusia pada umumnya. Merupakan sunatullah bahwa Dia harus mengabulkan doa orang yang terjepit, jika Dia berkehendak, walaupun orang tersebut orang kafir selama ia selalu berdoa kepada-Nya [27:62, 6:63-64].




2. Ma'iyyatullah khusus

Artinya kebersamaan Allah yang ditujukan khusus untuk orang-orang yang beriman. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang beriman ialah berupa :


a. Penjagaan dan pemeliharaan Allah

Berkata Abu Abbas Abdullah bin Abbas r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda : Jagalah Allah, niscaya Ia akan menjagamu. Jagalah allah, niscaya engkau mendapatkan-Nya di hadapanmu. Bila engkau meminta, mintalah kepada Allah. Dan bila engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah.."(H.R. Turmudzi).


b. Pertolongan dan kemenangan dari Allah

Salah satu bentuk kebersamaan Allah terhadap kaum mukmin ialah berupa dukungan-Nya dalam bentuk pertolongan [47:2] dan pemenuhan janji-Nya [2:40].



Hakikat pertolongan dan kemenangan itu sendiri ialah :
(a) Hanya datang dari sisi Allah


· Orang yang dimenangkan Allah tidak mungkin bisa dikalahkan oleh siapapun dan kapanpun meskipun seluruh isi bumi bersatu padu untuk mengalahkannya. Begitu pula sebaliknya [3:160, 8:9-10].


(b) Allah hanya menolong orang yang menolong-Nya


· Siapa yang menolong diin-Nya maka barulah Allah akan menolongnya [47:7, 22:40]


(c) Pertolongan Allah dapat berupa kehancuran bagi orang-orang kafir, sebagaimana kehancuran kaum pendusta para nabi dan rasul.
(d) Kekalahan merupakan pertolongan yang sebenarnya.


· Yang kita anggap sebagai kekalahan pada hakikatnya merupakan pertolongan yang sebenarnya. Kekalahan tersebut dapat berupa terbubunuh, di penjara atau dianiaya. Bukankah dengan terbunuhnya seorang mukmin dapat dikatakan bahwa ia telah memperoleh syahadah dijalan Allah, seperti yang dicita-citakannya? [3:169, 36:26-27, 9:52]


(e) Kemenangan kaum mukmin tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.


· Waktunya terbentang sejak kehidupan dunia hingga akhirat, dan tempatnyapun terbentang di seluruh bumi Allah. Jika seorang penderita di suatu tempat, pada tempat lain dia akan memperoleh kemenangan sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya (memeperoleh kemenangan ketika hijrah ke Madinah).



Karakteristik orang-orang beriman yang akan mendapatkan pertolongan Allah adalah :
(1) Menjaga perintah, batasan dan hak-hak Allah (H.R. Turmudzi)
(2) Kembali ke Islam yang murni seperti yang dibawa Rasulullah SAW memelihara kemurnian Islam.
(3) Selalu berdakwah dan berjihad [29:69, 49:15].
(4) Berbuat ikhsan [16:168].
(5) Tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan dakwah dan meyakini akan datangnya pertolongan Allah [2:153].



REFERENSI
Aqidah seorang muslim, Al-Ummah
Al-Umr, Hakikat Pertolongan dan Kemenangan, GIP
Dr. Yusuf Qordhowi, Generasi Mendatang Generasi Yang Menang, GIP
Said Hawwa, Allah, Pustaka Mantiq
Majalah Ishlah, No.56/Th.IV/1996, hal.32

Kamis, 04 Agustus 2011

5 (Lima) S

Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.

Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.

Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.

Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?

S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?

S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?

S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.

S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?

Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.

Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.***

Seputar Ramadhan Nih

Apa itu Puasa?

Puasa ialah menahan diri dari makan dan minum serta melakukan perkara-perkara yang boleh membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sehingga terbenamnya matahari.

Hukum Puasa

Hukum puasa terbahagi kepada tiga iaitu :

  • Wajib – Puasa pada bulan Ramadhan.
  • Sunat – Puasa pada hari-hari tertentu.
  • Haram – Puasa pada hari-hari yang dilarang berpuasa.

Syarat Wajib Puasa

  • Beragama Islam
  • Baligh (telah mencapai umur dewasa)
  • Berakal
  • Berupaya untuk mengerjakannya.
  • Sihat
  • Tidak musafir

Rukun Puasa

  • Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap malam di bulan Ramadhan(puasa wajib) atau hari yang hendak berpuasa (puasa sunat). Waktu berniat adalah mulai daripada terbenamnya matahari sehingga terbit fajar.
  • Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sehingga masuk matahari.

Syarat Sah Puasa

  • Beragama Islam
  • Berakal
  • Tidak dalam haid, nifas dan wiladah (melahirkan anak) bagi kaum wanita
  • Hari yang sah berpuasa.

Sunat Berpuasa

  • Bersahur walaupun sedikit makanan atau minuman
  • Melambatkan bersahur
  • Meninggalkan perkataan atau perbuatan keji
  • Segera berbuka setelah masuknya waktu berbuka
  • Mendahulukan berbuka daripada sembahyang Maghrib
  • Berbuka dengan buah tamar, jika tidak ada dengan air
  • Membaca doa berbuka puasa

Perkara Makruh Ketika Berpuasa

  • Selalu berkumur-kumur
  • Merasa makanan dengan lidah
  • Berbekam kecuali perlu
  • Mengulum sesuatu

Hal yang membatalkan Puasa

  • Memasukkan sesuatu ke dalam rongga badan
  • Muntah dengan sengaja
  • Bersetubuh atau mengeluarkan mani dengan sengaja
  • kedatangan haid atau nifas
  • Melahirkan anak atau keguguran
  • Gila walaupun sekejap
  • Mabuk ataupun pengsan sepanjang hari
  • Murtad atau keluar daripada agama Islam

Hari yang Disunatkan Berpuasa

  • Hari Senin dan Kamis
  • Hari putih (setiap 13, 14, dan 15 hari dalam bulan Islam)
  • Hari Arafah (9 Zulhijjah) bagi orang yang tidak mengerjakan haji
  • Enam hari dalam bulan Syawal

Hari yang diharamkan Berpuasa

  • Hari raya Idul Fitri (1 Syawal)
  • Hari raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
  • Hari syak (29 Syaaban)
  • Hari Tasrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah)

Minggu, 05 Juni 2011

Selamat Tinggal Rohisku

Selamat Tinggal Rohisku

Sebuah perasaan yang amat membingungkan yang kini kita rasakan. Sebuah dilema dalam diri ini yang semakin hari, semakin membingungkan. Hanya Allah saja yang dapat menenangkan hati ini.

Bismillahirrohmanirrohim.

Subhanallah, akhirnya Ana dapat menghirup nafas lega setelah kabar kelulusan itupun menghampiri. Ya benar, Ana sangat senang karena Ana dapat lulus sekolah tingkat SMA dengan hasil keringat sendiri yang telah ditempa selama tiga tahun silam. Bukan dengan cara-cara yang diharamkan oleh Allah untuk menggapai sebuah nilai “kelulusan” dengan mudah, tentu saja “bocoran”. Tapi Ana menghindari itu semua, karena Ana yakin bahwa “Allah akan menolong Hamba-hambanya yang menolong Agama-Nya”. Sungguh sebuah perjalanan hidup yang sangat menyenangkan. Namun ada lagi sebuah perjalanan Ana yang sangat luar biasa. Perjalanan hidup yang hanya didapatkan oleh orang-orang terpilih langsung dari Sang Pencipta. Ya benar sekali, disanalah Ana menemukan Arti Sebuah Kehidupan di masa muda zaman modern seperti ini. Disaat banyak remaja yang tergiur oleh buaian duniawi yang hanya “fana” semata. Dan disana Ana ditempa menjadi seorang Pemuda yang sesungguhnya. Yaitu pemuda harapan Ummat ini.

Sebuah wadah yang penuh dengan kenangan, penuh dengan pengalaman, penuh dengan cobaan, dan penuh dengan tanggung jawab. Itulah Rohis (Rohani Islam). Tempat pertama kali Ana bermuara dalam indahnya kata “Perjuangan” yang sebenarnya. Disana Ana ditempa menjadi seorang Pemuda yang sebenarnya. Tidak hanya memikirkan Akademik semata yang dilakukan oleh Pelajar umumnya, namun Ana ditempa menjadi seorang Pelajar yang berakademik baik sekaligus membentuk akhlak yang bai pula. Dan yang tidak ketinggalan lagi, disini Ana dibentuk untuk menjadi “Penyeru” dalam kebaikan, kebenaran, yaitu Penyeru dalam “Kebaikan”. Itulah Dakwah Sekolah.

Sungguh luar biasa mereka semua. Disaat orang lain sedang sibuk-sibuknya dalam menggapai kesenangan duniawi, mengejar akademik, menjalin percintaan yang diharamkan, berfoya-foya, dan sebagainya, namun kita dibentuk untuk memperbaiki diri sendiri sekaligus memperbaiki orang lain juga. Memikirkan orang lain juga. Dan Ana yakin sekali suatu hari nanti mereka semua akan menjadi Pemimpin yang luar biasa. Menjadi orang-orang yang akan membentuk Moral sebuah bangsa ini kedepannya. Minimal pemimpin untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Karena mereka semua adalah orang-orang spesial yang pernah Ana kenal.

Di awal memasuki pintu “Gerbang Dakwah Sekolah” itulah Ana merasakan sesuatu yang berbeda. Menemukan banyak teman-teman dan sahabat-sahabat perjuangan yang sebenarnya. Yaitu yang selalu menegur kita saat dalam kemaksiatan, kesalahan, dan khilaf. Dan juga mengajak kita selalu dalam menempa diri menjadi Muslim Sejati. Mengajak kita untuk selalu memperbaiki diri ini yang kotor berlumur banyak dosa-dosa. Subhanallah.. Masih terbesit dalam memoriku saat mereka mengirim SMS Tausyiah yang menggelorakan jiwa untuk untuk bangkit menuju kebaikan dan berlomba-lomba menggapai Ridho-Nya.

Ya. Masih sangat terbesit dan sepertinya takkan terlupakan begitu saja saat kita membuat sebuah acara di Rohis itu. Saat kita menyusun sebuah konsep acara bersama, syuro, diskusi, membentuk kepanitiaan, menyebar proposal, dan menjadi panitia saat hari “H”. Terkadang banyak ide-ide yang bentrok antar panitia. Terutama antar panitia ikhwan dengan akhwat. Masih sangat terbesit dalam memori ini saat gagasa menolak atau merubah konsep yang sangat kontradiksi antar kita. Sampai-sampai ada juga yang kecewa, menangis, sedih, dan sakit hati. Namun setelah itu, kami belajar sebuah arti kedewasaan dalam kehidupan ini. Saling memaafkan dan memahami adalah sebuah kata kunci untuk itu. Alhamdulillah Ya Allah.

Ya. Sesuai target kita, banyak anak-anak Rohis yang mendapat juara kelas, nilai yang memuaskan, ikut Olimpiade, OSN, anak kesayangan guru, teladan kelas, dan sebagainya. Itulah kita, pemuda-pemudi Islam yang Cerdas dan Berakhlak baik. Tak jarang banyak diantara kita yang mendapat penghargaan baik dari sekolah kita. Subhanallah Ana menumak jalan yang benar saat masa muda Ana. Menempa diri menjadi Pemuda-Pemudi Islam sejati.

Suatu ketika, kabar yang pasti kan datang tiba juga. Sebuah takdir yang telah Allah tetapkan. Bahwa jika ada Siang, akan ada Malam yang menggantikannya. Jika ada hari Senin, akan datang hari Selasa. Begitu seterusnya roda kehidupan ini. Jika ada sebuah pertemuan, pastilah ada sebuah perpisahan yang kan terjadi. Itulah yang akan kita hadapi. Dan kini telah terjadi kawanku. Ana sangat sedih saat perpisahan itu datang karena harus menginggalkan sekolah tercinta yang merupakan sebuah Ladang Amal kita untuk mencari Ridho-Nya. Juga sangat sedih saat menginggalkan sebuah wadah yang dahulu Ana diajarkan tentang menemui arti sebuah kehidupan di masa belia ini. Akhirnya perpisahan itu memaksa kita untuk berpisah terhadap teman-teman dan sahabat-sahabat perjuangan kita di Rohis selama ini. Yang penuh dengan senyuman, canda, tawa, keseriusan, kadang pula ada duka yang menghampiri.

Inilah sebuah dilema dalam diri Ana yang masih terbesit hingga sekarang. Antara senang dan sedih. Senang karena akan terjun baru dalam dunia Dakwah Kampus, yang mempunyai tantangan luar biasa dan akan bertemu juga dengan orang-orang yang luar biasa. Namun disisi lain sedih. Sedih karena harus meninggalkan Rohis. Bukannya Ana sedih karena hal duniawi kawanku. Namun karena Ana sedih, bagaimana dengan Kaderisasi dan Pembinaan akan Rohis kedepannya? Disaat banyak Alumni yang sudah semakin goyang dalam kancahnya untuk menjadi Aktifis Dakwah Sekolah ini karena kesibukan mereka diluar sana. Terlebih lagi saat kita mendapat Pendidikan Kuliah di luar daerah sana yang jauh. Sedih karena khawatir tidak dapat mengontrol adik-adik perjuangan kita di Rohis. Sedih karena ada sebuah pertanyaan besar “Bagaimana Rohis ke-Depannya?” Sedih karena takut, Ana futur dipertengahan Jalan ini. Memang saat awal-awalnya mempunyai semangat yang membara dan menggebu-gebu, namun saat dipertengahan bahkan akhirnya bagaimana?

Ya. Memang benar masih ada teman perjuangan kita yang masih ada disana. Namun apakah itu dapat bertahan lama jika dia seorang diri untuk mengurusi sebuah amanah yang sangat luar biasa? Jika dia futur, siapa yang menggantikan? Sementara kita hanya melihat dan asyik dalam dunia kampus saja. Hanya sebuah sokongan yang dapat Ana berikan, yaitu Do’a Rabithoh untuk menguatkan hati-hati kita dalam perjuangan ini. Dan semoga kita semua menjadi Agent of Leader yang membentok Moral Bangsa ini kedepannya. Walaupun melalui sebuah wadah bernama Rohis.

Sedih hati ini saat mengatakan “Selamat Tinggal Rohisku, Selamat Tinggal Sahabatku”.

>> Milisi Thulaby

Rabu, 02 Februari 2011

Syarat Diterimanya Syahadat

Kalimat Laa ilaha illallah merupakan pintu gerbang seorang masuk ke dalam Islam. Memahaminya akan mengantarkan manusia kepada syurga. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:"Barangsiapa yang mati sedang ia mengetahui bahwa tiada ilah selain Allah, maka ia masuk syurga". (HR.Muslim) Tetapi kalimat ini tidak akan memberikan kebaikan kepada manusia hanya dengan mengulang-ulang pengucapannya atau menghapal lafaz-lafaznya.Wahab bin Munabih pernah ditanya:" Bukankah laa ilaha ilallah merupakan pintu syurga?" Kemudian Wahab menjawab,"Benar, tetapi tidak ada kunci kecuali ia mempunyai gigi-gigi.Apabila engkau datang sambil membawa gigi-giginya, maka syurga akan dibukaakan untukmu.Kalau tidak, maka syurga tidak akan dibukakan untukmu." Yang dimaksud gigi-gigi di sini adalah syarat-syarat diterimanya laa ilaha illallah.

Syarat-syarat diterimanya Laa ilaha illallah
Ada tujuh buah persyaratan yang harus dimiliki, yaitu: 'imu, al-yaqin, al-qabuul, al-inqiyaad, ash-shidqu, al-ikhlas, dan mahabbah.

1. 'Ilmu
'Ilmu di sini adalah mengetahui makna yang dimaksudkan, baik yang dinafikan 9ilah) maupun yang ditetapkan (Allah).Dengan 'ilmu (mengetahui) bisa menangkal kebodohan.Firman Allah, "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tiada ilah kecuali Allah" [47:19].Lihat juga [43:86, 3:18].

2. Al-Yaqin
Maksudnya orang yang mengucapkan kalimat tauhid harus yakin terhadap pengertian di dalamnya dengan keyakinan yang sepenuhnya.Sebab keimanan tidak dapat dilandasi oleh praduga dan prasangka [49:15].Adanya keyakinan dapat menangkal keraguan.Rasulullah SAW bersabda: "Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasul Allah. Dengan dua kesaksian ini dan tidak ragu-ragu tentang keduanya, seorang hamba tidak akan bertemu Allah kecuali ia masuk surga." (H.R. Muslim dari Abu Hurairah ra.).

3. Al-Qabuul
Maksudnya, menerima apa yang dituntut oleh kalimat ini dari hati dan lisannya secara bulat. Allah mengisahkan kabar masa lampau tentang keselamatan bagi orang yang menerima Laailaaha Illallah dan siksaan bagi orang yang menolak [43:23-35, 10:103, 37:35-36].
Penerimaan dapat menangkal pembangkangan.

4. Al-Inqiyaad
Maksudnya tunduk patuh dan berserah diri kepada apa yang ditunjukkan serta apa yang dinafikan atau terus mengikuti dan terikat pada kalimat ini [39:54, 4:125, 31:22]. Ketundukan dapat menangkal penolakan.
"Tidak beriman diantara kamu sehingga menjadikan kecenderungannya mengikuti apa yang kubawa." (Hadits hasan shahih al-arbain an-Nawawiyah, hadits no.41).

5. Ash-Shidqu
Maksudnya ia harus mengucapkan kalimat tauhid itu dari sanubarinya dengan jujur dan benar. Adanya kejujuran dapat menafikan kedustaan dan kemunafikan. Apa yang diucapkan lidah harus dibenarkan dengan hatinya [2:8-10, 29:1-3].
"Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya dengan sebenarnya dari hati, melainkan Allah mengharamkan neraka baginya." (H.R. Bukhari dari Muadz bin Jabal).

6. Al-Ikhlas
Memurnikan amalan dengan niat yang baik dan benar. Keikhlasan dapat melepaskan atau menangkal dari berbagai bentuk syirik [39:3, 98:5].
"Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha Illallah secara murni dari hatinya." (H.R. Bukhari).
"Sesungguhnya Allah mengharamkan api neraka bagi orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah, yang dengan ucapannya itu ia hendak mengharapkan wajah Allah Azza wa jalla." (H.R. Muslim)

7. Al-Mahabbah
Ucapan Laa ilaaha illallah tidak akan berarti bila tak disertai dengan segenap rasa cinta (mahabbah) dalam mengamalkannya. Al-Mahabbah merupakan unsur yang sangat penting, karena untuk menegakkan kalimat tauhid ini diperlukan pengorbanan lahir dan batin. Cinta dan pengorbanan merupakan dua ikatan yang tidak dapat dipisahkan [2:165, 5:54]. Kecintaan dapat menafikan kebencian.
"Tiga perkara barang siapa yang berada di dalamnya, maka akan mendapatkan kenikmatan dan manisnya iman, atau menjadikan Allah dan rasulNya lebih dicintai daripada semua cintanya selain kepada keduanya, seseorang mencintai yang lain, ia tidak mencintainya melainkan karena Allah; dan menolak kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya dari kekufuran itu sebagaimana ia menolak untuk dilemparkan ke dalam api neraka." (H.R. Bukhari).

REFERENSI
· Muhammad bin Sa'id bin Salim Al-Qahthany, Loyalitas Muslim Terhadap Islam, Ramadhani.

· Muhammad bin Sa'id bin Salim Al-Qahthany, Muh. Bin Abdul Wahhab dan Muhammad Qutb, Memurnikan Laa Ilaaha Illallah, GIP.

· Dr. Ibrahim Muhammad Abdullah Al-Buraikhan, Pengantar Studi aqidah Islam, Litbang Pusat Studi Islam Al-Manar.

Makna Syukur Nikmat

Syukur secara bahasa adalah berterima kasih. Menurut istilah syukur adalah memberikan pujian kepada yang memberi kenikmatan dengan sesuatu yang telah dibeikan kepada kita berupa perbuatan ma'ruf, dalam pengertian tunduk dan berserah diri kepada-Nya.

Pentingnya Syukur Nikmat
· Syukur adalah wasiat pertama yang disampaikan Allah SWT kepada manusia. Setelah manusia mampu berpikir, Allah memerintahkannya untuk bersyukur kepada-Nya dan kepada kedua orang tuanya [31:14, 2:172, 17:3, 27:19].

· Allah memberikan pujian kepada hamba-Nya yang tidak pernah lalai dalam mensyukuri nikmat-Nya [6:53, 3:145].

· Akan menambah kuatnya iman dan kenkmatan [14:7]

· Allah tidak akan menyiksa orang-orang mukmin yang senantiasa bersyukur [4:147]

· Allah tidak menyukai orang yang mengkufuri nikmat dan mencela orang-orang yang tidak pandai mensyukuri nikmat [2:152, 100:6, 76:3-4]. "Hendaklah tiap orang dari kalian berhati yang bersyukur dan lisan yang selalu mengingat..."(H.R. Turmudzi dan Ibnu Majah). Sesungguhnya Allah ridha kepada seorang hamba yang setiap makan dan minumnya memuji Allah (atas karunia yang diberikan Allah kepadanya).



Cara Bersyukur
1. Syukur yang dilakukan dengan hati (Syukru Qalbiy).


· Yaitu mengakui nikmat-nikmat Allah dan mencintainya. "Mengingat kenikmatan akan berpengaruh (membekas) pada kecintaannya kepada Allah Azza wa Jalla." (H.R. Abu Sulaeman al-Washitiy)



2. Syukur yang dilakukan oleh lisan (Syukru Lisan).


· Yaitu memuji kepada-Nya dan atas anugrah ynag dilimpahkanNya [93:11]. Selain itu mempunyai kesadaran untuk menyatakan bahwa nikmat itu datang hanya dari sisi Allah [16:53]



3. Syukur yang dilakukan oleh anggota badan (Syukru Jawarih),
· Yaitu dengan menggunakan anggota tubuh/melakukan aktivitas dalam rangka tunduk kepada-Nya yang ditujukan hanya untuk memperoleh keridhaan-Nya. Juga dengan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan serta mempersembahkan dan menundukkan kenikmatan yang dilimpahkan Allah untuk menaati-Nya dan memperoleh keridhaan-Nya



Bersyukur kepada Allah harus tercermin dalam hati, lisan dan anggota tubuh, karena dengan hati itulah kita merasakan, mengetahui, menyambut dan membicarakan nikmat-nikmat Allah.

Nikmat bisa berubah menjadi Naqmah (siksaan)
Nikmat bisa menjadi naqmah karena berbagai perkara, antara lain:
1. Jika kita melakukan kemaksiatan dan berbuat dosa, yaitu membalas nikmat Allah dengan hal-hal yang dimurkai-Nya [30:41, 4:39].

2. "Seorang hamba pada hari kiamat tiada melangkahkan kedua kakinya, sehingga ditanyakan kepadanya empat perkara, yaitu tentang umurnya dihabiskannya untuk apa, tentang ilmunya diamalkan untuk apa, tentang hartanya darimana diperolehnya dan untuk kepentingan apa dihabiskan, serta masa muda dihabiskan untuk apa." (H.R. Tarmudzi).

3. Meyakini bahwa anugrah yang dimilikinya bukan dari Allah tapi atas usahanya sendiri atau dari selain Allah [28:78, 16:53-54,84].

4. Sikap sombong, merasa diri lebih mampu dari orang lain sehingga ia mnecela orang lain dan membangga-banggakan apa yang di milikinya baik harta, sawah ladang, ilmu, atau kedudukan [104:1-3]

5. Tidakmenunaikan hak-hak Allah.

6. Bila kita memiliki ilmu walaupun sedikit, hendaklah tetap kita ajarkan kepada orang lain. Bila kita mempunyai harta walaupun sedikit, hendaknya kita infakkan, karena dalam harta itu ada hak-hak orang lain [70:24-25]

Ngaji Gua Bangetsss

Ngaji……..? gak deh, ntar dulu kalo kudu duduk manis di masjid dengerin ceramah-ceramah para ustadz yang bikin boring setengah mati, ntar dulu...kalo kudu jaga pergaulan gak boleh jalan bareng berdua ama pacar, gak boleh gini gak boleh gitu, ntar dulu dech...kalo kudu pake kerudung ama baju ibu-ibu hamil yang gedombrang, ntar dulu dech....kalo kudu kayak ustadz-ustadz yang berjenggot panjang nyaingin jenggotnya kambing.

Ntar dulu dech gue pengen fokus belajar dulu mana sempet mikiran pengajian,. Ntar dulu dech nanti aja kalo dah tuaan dikit sekarang mah masih muda lagi pengen hura-hura, maen dan having fun dulu. Ntar dulu dech nanti dikatain fanatik sama agama, sesat, ekstrim, apalagi teroris wah pokoknya enggak dulu deh,ntar dulu……ntar dulu…...ntar dulu…. Seribu macam alasan keluar dari alat komunikasi kamu ketika ada yang ngajak kamu untuk mengkaji dan mendalami ilmu-ilmu Islam.

Ketika mendengar kata ngaji seolah-olah dalam otakmu terdapat program antivirus yang super canggih, segala sesuatu yang berkaitan dengan masjid, pengajian, ustadz, jilbab, janggut de..el..el, langsung terdeteksi oleh program antivirusmu ini, kemudian kamu delete dari otakmu atau kamu karantina dulu, setelah dipilih-pilih tapi akhirnya masuk recycle bin juga.

Yup inilah fenomena yang terjadi di kalangan kaula muda sekarang saat ini. Ironis memang tapi inilah fakta yang terjadi pada umumnya dan wajar kalau melihat kondisi umat Islam saat ini. Entah apa yang terjadi dengan remaja muslim saat ini, penulis juga bingung mikirinnya sampai-sampai baju-baju kotor dah menggunung belum dicuci karena sibuk mikir, maklum masih single fighter (eh kok jadi curhat nih). Ok, dari hasil pengamatan, penelitian dan analisa yang begitu mendalam selama berhari-hari akhirnya dapat ditarik benang merahnya bahwa akar permasalahan yang menyebabkan kondisi ini terjadi bisa dijelaskan sebagai berikut, simak ya!

Setiap orang tentu punya orientasi masing-masing dalam menjalani hidupnya, dan pernah gak kamu berfikir apa yang terpenting dalam hidupmu? Salah seorang temanmu mungkin menganggap bahwa yang terpenting dalam hidupnya adalah ketika di sekolah mendapat nilai yang bagus, juara satu dikelas, lulus ujian akhir nasional dengan nilai yang tingi sehingga bisa melanjutkan ke perguruan tinggi yang pavorit (gak pake f maklum orang sunda).

Atau temenmu yang lain yang punya tampang agak kerenan dikit, kalau diliat dari belakang kayak Dao Ming Se (F4), tapi diliat dari depan kayak Aming Se (extravaganza) he..he..he.. Dia menganggap bahwa yang terpenting dalam hidupnya adalah punya gebetan cakep, terkenal di sekolah, gonta-ganti pacar, atau jadi playboy cap tiga duren (korek api kali).

Beda lagi sama temenmu yang matre dan borjuis, yang terpenting dalam hidupnya adalah kerja dengan gaji gede, banyak duit, tajir, harta melimpah, punya mobil dan rumah mewah. U ARE U kamu adalah kamu, tapi seperti apakah kamu itu? apakah harta, tahta, atau wanita yang penting buat hidup kamu? Jawabannya tanyakan pada rumput2 yang bergoyang (itu kalau kata kang Ebiet). Kalau kata ustadz semuanya berpangkal pada apa yang ada dalam isi batok kepala seseorang atau pemahaman dia dalam memandang kehidupan di dunia ini.

Pren, pernahkah kamu bertanya pada diri sendiri tentang dari mana kamu berasal? maksudnya bukan asal kota kelahiran kamu tapi manusia dan kehidupan ini berasal dari mana? Truuz buat apa kamu hidup di dunia? Lalu setelah kamu mati akan kemana? Jawaban atas 3 pertanyaan ini dan keyakinan akan jawaban tsb adalah faktor penentu orientasi kamu dalam menjalani hidup.

Om Darwin bilang kita ini berasal dari kera hasil dari proses evolusi yang kalau dirunut dari awal disimpulkan bahwa makhluk hidup itu berasal dari materi, sehingga Karl Marx menyimpulkan tujuan hidup di dunia adalah buat cari materi dan setelah mati akan jadi materi, itu saja.

Sedangkan orang-orang sekuler bilang bahwa manusia dan alam semesta ini memang berasal dari Tuhan dan akan kembali ke Tuhan, tapi ntar dulu kalo masalah urusan di dunia bukan urusannya Tuhan. Gak perlu pake aturan Tuhan di dunia ini tapi aturan manusia yang dipake. Nah kalau kata ustadz, qta, kehidupan dan alam semesta berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah, oleh karena itu ketika hidup di dunia manusia punya kewajiban untuk beribadah kepada Allah.

So jawaban dari 3 pertanyaan inilah yang akan menjadi landasan seseorang ketika menjalani hidupnya, apa yang menjadi orientasi dalam hidupnya tergantung dari jawaban atas 3 pertanyaan tersebut.

Orang yang atheis boro-boro mikirin urusan akhirat yang ada dalam batok kepalanya hanyalah materi jadi gak heran kalau hidupnya juga buat materi begitupula yang beraliran sekuler walaupun mengakui adanya Tuhan tapi orientasi hidupnya adalah untuk materi sehingga tolak ukur kebahagiannya adalah mendapatkan harta yang banyak, bergaya hidup jet set ala borjuis, dan hidup foya-foya atau hura-hura.

Berbeda halnya dengan seorang muslim yang faham akan kewajiban beribadah kepada Allah dalam hidupnya maka so pasti orientasi hidupnya akan dipenuhi dengan aktivitas yang bernilai ibadah di sisi Allah, gak pernah terbesit dalam pikirannya untuk ninggalin Shalat wajib dengan sengaja, senantiasa memperbanyak amalan sunnah, puasa sunnah, Sholat sunnah, menjaga pergaulannya antar lawan jenis, menjauhi hal-hal yang berbau maksiat, meninggalkan aktivitas yang sia-sia kayak nongkrong2 yang gak jelas, dugem, track-trackan pake motor dan banyak lagi.

Nah alangkah baiknya kalau kita senantiasa menambah ilmu dan pengetahuan qta dengan ilmu-ilmu dan pemahaman Islam disamping menuntut ilmu Islam itu adalah suatu kewajiban bagi seorang muslim seperti yang disampaikan daam Hadits Riwayat Ibnu Adi dan Baihaqi, dari Anas ra : “Menuntut ilmu pengetahuan itu wajib bagi setiap Muslim:”
Nah para remaja muslim sudah saatnya sekarang ini kalian bilang “NGAJI…..GUE BANGET!!”

Aktivis, Engkau Dengan Segala Amanah dan Masalah

Merekalah, ujung tombak para pejuang panji risalah-Nya, mulai kini hingga nanti, akhir zaman. Sekilas tentang mereka. Amanah mereka banyak. Tak terhitung lagi jumlah kilo-an-nya jika amanah itu harus ditimbang. Kembali menuju risalah Islam, menjadi qudwah, memberikan ikhwah, menyebarkan hikmah, melaksanakan indahnya hidup sesuai tuntunan syar’I untuk kembali dan lagi disebarkan dan diserukan.

Mereka berbeda dengan yang lainnya. Disaat orang lain hanya sibuk memikirkan dirinya (bagaimana sekolahnya, bagaimana keluargannya dan bagaimana amanah-amanah duniawi lainnya), seorang aktivis dakwah justru harus memikirkan bagaimana keadaan lingkunagan masyarakatnya, dirinya sendiri, mad’u-mad’u / mutarabbi-mutarabbinya (binaan-binaan) dan lain sebagainya.

Mereka berbeda dengan yang lainnya –baca: remaja lainnya–. Dikala remaja saat ini terlarut dalam pergaulannya, seorang aktivis dakwah justru harus ‘melarutkan’ pergaulan itu sesuai tuntutan Allah.
Mereka berbeda dengan remaja lainnya. Mereka –harusnya– tidak terlalu banyak tertawa, bercanda dan mengumbar pesona. Mereka –harusnya– tidak banyak menghabiskan waktunya untuk hal tidak berguna, ‘hang-out’ –kecuali di masjid–, kumpul tiada guna, merokok juga mabuk-mabukan.


Mereka –harusnya– menjaga hijab, bukan mukhrim dilarang mendekat, apalagi masalah ngeceng ataupun pacaran... –harusnya– mereka sangat menjauh dari hal yang dilaknat oleh Allah itu. Tak penting kata orang dikata ‘ga gaul’ atau ‘aneh’ atau apapun cercaan serta makian lainnya.

Karena mereka berbeda. Mereka harus menjadi qudwah (teladan) bagi yang lainnya, memberikan semua yang terbaik bagi yang lainnya. Mereka berbeda, mereka spesial.

Yang terpenting adalah syariah Islam tegak berdiri ditempat yang sedang dipijak.

Mereka liqa / mentoring rutin. Dengan dipimpin seorang murabbi pantuan mereka tilawah Al-Qur’an, mendengarkan materi untuk kemudian disebarkan. Dan setelah selesai mereka berdo’a:

“Subhanaka allahuma wabihamdik(a), asyhaduala illa hailla ant(a), astagfiruka waatuuilaik(a).”

Do’a akhir majelis itu dilantunkan penuh hikmah pertanda mentoring t’lah berakhir. Dan malaikat berharap semoga mentoring kali ini –kemarin dan seterusnya– tidak membuang waktu mereka untuk hanya duduk termenung mendangarkan saja tanpa amalan indah dilakukan.
Sungguh indah hidup mereka selalu dido’akan para malaikat pencari majelis dzikir pun malaikat pencari orang-orang shalih –amiiin–.

Tapi... tak sedikit pula –bahkan banyak– dari mereka yang mengaku menyeru padahal hanya terperangkap dalam lingkaran setan yang menganggu.

Bagaimana tidak? Potensi mereka untuk menjadi riya’ sangatlah mungkin! Potensi mereka untuk menjadi sum’ah sangatlah besar! Mereka dapat menjadi kufur, fasik, bahkan munafik sewaktu-waktu dan hanya memampangakn dan menyembunyikan mukanya dibalik topeng dakwah.

“Liat anak-anak DKM! Mereka aja maksiatnya kuat! Mereka pacarannya rutin! Mojok tapi masi berjilbab, yang ‘ikhwan’ masih megang qur’an! Kalo mau lepas aja tu jilbab sama buang aja tuh qur’an ato engga sekalian aja keluar dari DKM dari pada malu-maluin! Ngomongin cinta-cintaan mulu! Ada yang cinlok cewe (akhwat) ama cowo (ikhwan) terus jadian! Katanya sih pacaran islami gitu –emang ada? –! Pegangan tangan udah biasa apalagi pojok-pojokan! Hijabnya mana?!”

“Liat FB! Wall, note, stat mereka udah jadi ladang maksiat! Haha, kirain anak DKM tu yang ga tau pacaran tapi statusnya ‘in relationship’. Kirain mau ‘meng-Islamisasi-kan’ FB, eh gataunya... Bedanya ama kita yang bukan seorang yang ‘ngaku’ aktivis apaan?! Mending ga jadi aktivis sekalian tapi kebaikatn tulus dari hati! Majang status anak ‘alim’ doang!”

–afwan, sebuah hujjah untuk introspeksi bukan untuk diprotesi–

Menangis mendengar kalimat hujjah yang terlempar itu... bertanya dimana generasi rabbani yang didambakan? Dimana mereka sang pejuang panji risalah? Dimana mereka sang pemikul amanah? Sang teladan dan qudwah? Sang penyebar ikhwah dan hikmah?

Kehilangan semua status kebaikan karena telah bobroknya sistem tarbiyah yang menjadi protektor. Telah hilang semuanya dikarenakan pola pikir azazil (al-iblis laknatullah) yang telah membungkus ruhiyah.
Menangis mendengar mengingat kembali...:

“Saat manusia memenuhi kebutuhannya sendiri, seorang mujahid berjuang memenuhi kebutuhan orang lain. Saat manusia beristirahat, seorang mujahid masih bekerja keras menyempurnakan amanah-amanahnya. Semoga Allah memberkahi, memuliakan dan menolong kalian para mujahid... yang senantiasa MENJAGA kehormatan setiap jengkal bumi kaum muslimin...” (Kata-kata murabbi –mentor– yang selalu terkenang saat Ar-Ribaath, Training for Mentor ROHANI-554, 24 Sya’ban - 24 Ramadhan 1430H)

Andai semua itu nyata. Tak hanya sebuah utopia maya. Bagaimana mungkin Islam tersebar ke seluruh hati umat manusia? Bagaimana mungkin Indonesia kan bangkit dengan Islam-nya? Bagaimana mungkin Palestina kan terbebas dari penjajahannya? Bagaimana mungkin genjatan senjata menjadi nyata keberadaannya? Bagaimana mungkin pasukan Al-Mahdi menang melawan pasukan Dajjal –lakatullah– yang memeranginya?

Jika aktivis sekarang sibuk dengan masalahnya... bukan amanahnya...

“ Hallo kawan...
Sahabat muslim tercinta...
Kita sambut kemenangn bahagia...
Mari kawan...
Ikutlah bersama kami...
Membela risalah Islam di dunia...

Remaja peduli...
Pintar dan mandiri...
Giat berprestasi...
Ku persambahkan untuk Illahi...
Bersatu, berjihad, dalam da’wah Islam,
Di atas panji Al-Qur’an dan As-Sunnah...

Mari kawan...
Ikutlah bersama kami...
Membela risalah Islam didunia, kita... ”


(Edcoustic – Remaja Peduli)

Berubahlah... karena engkau berbeda, karena engkau spesial.


Ditemani senandung dari Edcoustic, Fridaus, Shaff-Fix, Haris Isa, D’Cinnamons D’Masiv dan Depapepe
Bumi Allah, 28 Ramadhan 1430 H – 17 September 2009 M
Annas Ta'limuddin Maulana

Senin, 24 Januari 2011

Wala' dan Bara'


RINCIAN BAHASAN

Pengertian Wala' dan Bara'
Secara bahasa, Wala' berasal dari kata al-walayah yang artinya nasab, pertolongan pembebasan budak, sedangkan orangnya disebut al-Muwalat yang artinya orang yang menolong.Bara' berarti lepas atau bebas dan jauh dari.
Secara istilah wala' berarti pertolongan, kecintaan, pemuliaan, penghormatan, kesamaan dengan orang-orang yang dicintai baik secara zahir maupun batin (loyalitas) [2:257].
Penjelasan lebih jauh definisi wala' dan bara', seperti yang dikatakan Syaikhul-Islam, Ibnu Taimiyyah:"Al-walayah kebalikan dari al-'Adawah.Asal pengertian dari al-Walayah adalah kecintaan dan kedekatan.Sedangkan pengertian al-'Adawah adalah kebencian dan kejauhan.Al-wali artinya yang dekat".

Pentingnya Wala' dan Bara'
Wala' dan Bara' merupakan keharusan karena merupakan bukti kecintaan seorang mukmin kepada Allah.Syekh Hafizh al-Hikamy berkata,"Tanda kecintaan hamba kepada Rabbnya ialah: mendahulukan apa yang dicintai-Nya, meskipun hawa nafsunya menentang, membenci apa yang dibenci-Nya meskipun hawa nafsunya condong kepadanya, mengangkat orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai pemimpinnya, memusuhi orang yang memusuhi-Nya, mengikuti Rasulullah, meniti jejaknya dan menerima petunjuk-Nya".At-Thabrani meriwayatkan dalam al-Kabir, dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tali iman yang paling kuat adalah loyalitas terhadap pemimpin karena Allah, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah pula".Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab, menjelaskan perkataan Ibnu Abbas: "Perkataan Ibnu Abbas ra.: "Loyalitas pemimpin karena Allah", menjelaskan tentang keharusan kecintaan karena Allah yaitu loyalitas karena Allah pula.Hal ini merupakan isyarat bahwa sikap tersebut tidak hanya terbatas pada kecintaan semata, tetapi harus disertai loyalitas yang merupakan keharusan kecintaan.Loyalitas itu berupa tindakan memberi pertolongan, menghormati, memuliakan, selalu bersama orang-orang yang dicintai, zhahir dan bathin.Dan perkataannya: "Membenci karena Allah", menjelaskan keharusan kebencian karena Allah, yaitu berupa permusuhan.Maksudnya ialah memperlihatkan permusuhan, langsung berupa tindakan, seperti jihad menghadapi musuh-musuh Allah, melepaskan diri dari mereka, menjauhi mereka zhahir dan bathin. Sikap ini tidak hanya sekadar kebencian hati tetapi harus disertai pula dengan sikap-sikap yang harus dilakukan [61:4]".

Wala' dan bara' juga merupakan pengejawantahan dari kalimat Laa ilaha illallah.Kalimat ini merupakan penolakan terhadap segala bentuk ilah yang diikuti dengan mengukuhkan Allah saja sebagai satu-satunya ilah.Jika seseorang memulai dengan menegakkan Laa ilaha dalam dirinya maka akan tumbuh al-Bara'.Al-Bara' ditujukan kepada:
a. Arbaba, sesuatu yang dijadikan Tuhan [9:31]

b. Aaliha, tuhan-tuhan yang disembah selain Allah [25:3, 11:54]

c. Andaada, tandingan-tandingan Allah [2:165]

d. Thogut, sesuatu yang melampaui batas [2:256].



Dengan membatalkan semua bentuk ilah dan mengecualikannya untuk Allah maka akan tumbuh al-Wala'.Al-Wala' diberikan kepada:
a. Allah [2:257, 22:78, 66:4]

b. Islam [3:85, 5:3]

c. Rasul [3:31-33]

d. Orang-orang mukmin atau sholeh [3:28, 3:3, 4:89, 5:51, 60:1, 9:71].



REFERENSI
· Muhammad bin Sa'id bin Salim Al-Qahthany, Loyalitas Muslim terhadap Islam, Ramadhani

· Muhammad bin Sa'id bin Salim Al-Qahthany,Muh. bin Abdul Wahhab dan Muhammad Qutb, Memurnikan Laa Ilaaha Illallah, GIP

Amal Jama'i


RINCIAN BAHASAN

Pengertian Amal jama'i
"Amal berarti bekerja, berbuat atau menghasilkan.Bagi seorang muslim, beramal berarti berbuat, mengerjakan dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, umat dan agama. Karenanya bekerja menjadi kewajiban bagi setiap muslim.

Jama'i berasal dari kata jama'ah. Jama'ah adalah suatu perkumpulan orang-orang untuk mencapai hal-hal tertentu.Yang disebut dengan jama'ah sedikitnya terdiri dari dua orang.Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:"Barangsiapa yang ingin mendapatkan pahala berjama'ah maka shalatlah bersamanya." [Dikeluarkan oleh Ahmad, Daraimi, Tirmizi, Hakim, Baihaqi dan Ibnu Hazm dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri]."Shalat berjama'ah itu lebih besar pahalanya 27 tingkat dari shalat sendirian." [Muttafaq 'Alaihi dari hadits Ibnu Umar].
'Amal Jama'i atau kerja bersama adalah kegiatan yang merupakan produk suatu keputusan jama'ah yang selaras dengan manhaj (sistem) yang telah ditentukan bersama, untuk mencapai tujuan tertentu.
Pentingnya 'Amal Jama'i
Manusia, sepanjang zaman, secara fitrah tidak dapat hidup sendirian.Ia selalu membutuhkan manusia lain untuk mencapai tujuan hidupnya.
Lihat kisah:

· Fir'aun [26:34-37]

· Ratu Balqis [27:32-33]

· Nabi Musa AS [20:29-32]

· Kaum kafir Makkah [8:30]



Bagi manusia muslim, Allah telah mengarahkan agar dalam melaksanakan aktifitasnya dengan beramal jama'i [61:4, 3:104].
"Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. "
(61:4)

Realitas yang ada juga mengharuskan bahwa kerja yang sukses harus dilakukan secara kolektif. Sebab tangan sebelah tidak bisa bertepuk.Lidi, jika hanya sebatang, tidak dapat membersihkan daun-daun di halaman.

Untuk menegakkan Islam di hati kaum muslimin, menghadapi kemungkaran yang terjadi dan melawan tipu daya musuh, diperlukan kerja jama'ah.Dari sini amal jama'i menjadi wajib.Karena kaidah ushul fiqh menyatakan: "Sesuatu kewajiban yang tidak sempurna pelaksanaannya kecuali dengannya, maka ia adalah wajib".Selain itu, Islam bukan agama individu, melainkan agama satu umat, satu tanah air dan satu tubuh.Islam menyeru kepada kesatuan kaum muslimin.Allah berfirman:"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai." [3:103]

Ciri-ciri 'Amal Jama'i
1. Aktifitas yang akan dijalankan harus bersumber dari keputusan atau persetujuan jama'ah.

2. Jama'ah yang dimaksud harus mempunyai visi dan misi, serta struktur organisasi yang tersusun rapi.

3. Setiap tindakan dan aktifitasnya harus sesuai dengan dasar dan strategi atau pendekatan yang telah digariskan oleh jama'ah.

4. Seluruh tindakannya harus bertujuan untuk mencapai cita-cita yang telah ditetapkan bersama.



REFERENSI
· Mushtafa Masyhur, Amal Jama'i: Gerakan Bersama, Al-Islahi Press

· Abdurrahman bin Abdul Khaliq Al-Yusuf, Legitimasi Amal Jama'i: Kupasan Gamblang tentang Keharusan Beramal Jama'i, Pustaka Tadabbur

· Mushtafa Masyhur, Al-Qiyadah wal Jundiyah, Al-Islahi Press

· Dr.Yusuf Al-Qardhawi, Prioritas Gerakan Islam Jilid I, Usamah Press




Games "Korek Api"

Bahan/alat : Satu bungkus korek api per kelompok
Langkah-langkah :
1. Buat beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari empat orang

2. Tiap kelompok ditugaskan membuat bangunan dari batang-batang korek api yang ada dalam satu bungkus tersebut

3. Bangunan tersebut harus dibuat di atas korek api

4. Mentor memberi contoh awal cara membuat bangunan tersebut

5. Setiap kelompok diberi waktu untuk membuat bangunan tersebut selama 60 detik

6. Setiap 60 detik setiap kelompok harus menghentikan kegiatannya kemudian mentor mendiskusikan bersama hikmah dari permainan tersebut.



Hikmah
1. Dalam mengerjakan sesuatu diperlukan amal jama'i

2. Diperlukan pembagian tugas yang jelas dalam mengerjakan suatu pekerjaan sehingga teratur dan terarah

3. Pentingnya seorang pemimpin untuk mengkoordinir kerja.


 
Powered by Blogger